Berita Detail

blog

Yanti : Operasi Pasar Daging tak Menyelesaikan Kelangkaan

Kebijakan pemerintah melalui kementerian  RI membatasi kuota impor sapi potong bertujuan  memberikan kesempatan peternak sapi lokal agar  berkembang dan bisa meningkatkan harga sapi lokal. 

Namun penyediaan daging lokal hingga saat ini belum mampu memenuhi permintaan pasar. "Kemampuan Kabupaten Bogor dalam penyediaan daging sapi masih sangat tergantung dari sapi impor Australia dan sapi lokal yang didatangkan dari Jawa Tengah, Jawa Timut, NTT, NTB dan Bali. Jadi, dari petani lokal Bogor belum mampu memenuhi kebutuhan pasar," demikian disampaikan Bupati Bogor Nurhayanti kepada INILAH, Minggu malam (9/8).

Mahalnya harga daging hingga 135 ribu rupiah per kilogram, membuat pedagang daging sapi di 6 pasar di Kabupaten Bogor  melakukan aksi mogok jualan. Para pedagang sapi ini  menekan pemerintah pusat untuk segera membuka keran impor daging sapi agar harga daging sapi kembali normal ke angka Rp 90 ribu - Rp 95 ribu.

Enam pasar tersebut, yakni Pasar Ciluer, Pasar Cibinong, Pasar Citeureup I, Pasar Citeureup II, Pasar Cileungsi dan Pasar Ciawi.

Menurut Yanti, jauh sebelum terjadi gejolak daging sapi, pihaknya sudah berupaya melakukan pengembangan peternakan sapi potong dengan birahi serentak melalui metode  suntik  hormon dan di IB ( Inseminasi Buatan) agar panen sapi serentak.

"Tetapi buntingnya sapi lama yakni 9 bulan dan untuk bisa dipotong masih memerlukan  perlu waktu selama dua tahun . Jadi sangat lama. Kami juga melakukan  pengamanan kesehatan ternak melalui vaksinasi," jelasnya.

Akibat dari keterbatasan sapi lokal akhirnya memicu kelangkaan daging sapi di pasar-pasar. Ini sudah menjadi hukum ekonomi supplay and demand.

"Harga sapi dan daging naik karena ketersediaan sangat terbatas. Sementara permintaan tetap, bahkan dengan berkembangnya pariwisata kebutuhan daging meningkat. Jadi, persoalannya di situ walaupun ada operasi pasar tidak menyelesaikan masalah," tambahnya.

Di bagian lain, Direktur Utama (Dirut) PD Pasar Tohaga Romly Eko Wahyudi menerangkan, para pedagang daging sapi yang mogok merupakan dari Rumah Pemotong Hewan (RPH) skala kecil yang bergantung pada impor sapi dari Australia.

"Karena kuota sapi impor berkurang dan mahalnya harga sapi lokal membuat para pedagang ini kesulitan menyediakan pasokan dan akhirnya menaikkan harga jualnya," jelas Romli.

Dokter hewan lulusan IPB ini menambahkan, jajarannya tidak kuasa memaksa pedagang daging sapi untuk terus berjualan, dan untuk memasok daging sapi di 6 pasar tersebut, Romli menyerahkan hal itu kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor.

"Kalau untuk operasi pasar atau mengisi ketersediaan daging sapi yang kosong di 6 pasar tersebut, kami menyerahkan hal itu sepenuhnya ke Kementerian Perdagangan dan Pemerintah Kabupaten Bogor dalam hal ini Bupati Bogor," tambahnya.

Bagikan :